Minggu, 26 Juni 2011

LAFADZ KHAS DAN THAKSIS


LAFADZ KHAS DAN TAHKSIS
A.Defenisi khas danTahkshis
1.defenisi Lafadz Khas dan ketentuan lafadz khas
Defanisi lafadz khas
Khas ialah lafadz yang menunjukkan arti yang tertentu, tidak meliputi arti umum, dengan kata lain, khas itu kebalikan dari `âm.[1]
Menurut istilah, Al-khas adalah lafadz yang diciptakan untuk menunjukkan pada perseorangan tertentu, seperti Muhammad. Atau menunjukkan satu jenis, seperti lelaki. Atau menunjukkan beberapa satuan terbatas, seperti tiga belas, seratus, sebuah kaum, sebuah masyarakat, sekumpulan, sekelompok, dan lafadz-lafadz lain yang menunjukkan bilangan beberapa satuan, tetapi tidak mencakup semua satuan-satuan itu.
Lafadz khas itu bias pula terdiri dari afrad atau satuan-satuan yang lain, seperti Rajulun yang dalam kenyataan ada beberapa orang laki-laki yang lain atau hanyasatu satuan saja, sepert matahari dan bulan. Adakalanya terdiri dari nama-nama bilangan, seperti Qs 24 : 2
èpuÏR#¨9$# ÎT#¨9$#ur (rà$Î##ô_$$sù.
Wanita pezina dan laki-laki pezina maka deralah masing-masing mereka 100 kali
Lafad 100 laki adalah khas menunjukan 100 kali dera, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang.[2]
Jadsi dapat dikatakan lafadz khas adalah  lafadz yang tidak meliputi suatu hal tertentutetapi juga dua , atau beberapa hal tertentu  tampa kepada batasan, Aartinya tidak mencakup semua ,namun hanya berlaku untuk sebagian haltertentu.


Ketentuan lafadz khas
Ø  Bila lafadz khas lahir dalam bentuk nash syara’(teks hukum), menunjukan artinya yang khas secara qath’i al-dalalah (penunjukan yang pasti dan meyakinkan) yang secara hakiki ditentukan untuk itu.
Seperti firman Allah dalam surat Al-Maidah (5) ayat 89:
Ÿ# ( ÿ¼çmè?t»¤ÿs3sù ãP$yèôÛÎ) ÍouŽ|³tã tûüÅ3»|¡tB ßûÎiüt7ãƒ
Maka kaffarahnya dalah memberi makan sepuluh orang miskin
Hukum yang dapat diperoleh dai ayat tersebut adalah keharusan memberi makan sepuluh orang miskin, tidak boleh lebih dan tidak kurang.
Ø  Bila ada dalil yang menghendaki (pemahaman lain) dari lafadz khas itu kepada arti lain, maka arti khas itu dapat dialihkan kepada apa yang dikehendaki oleh dalil itu.
Ø  Bila dalam suatu kasus hukumnya bersifat ‘am dan ditemukan pula hukumnya yang khusus dala kasus lain . maka lafadz khas itu membatasi perlakuan hokum ‘am itu, maksudnyalafadz khas itu menjelaskanbahwa yang dimaksud lafadz ‘am itu hanya sebagian afradnya saja, yaitu sebagian yang tidak dosebutkan dalam lafadz khas, misalya hokum ‘am yang terdapat dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah(2) ayat 228:

àM»s)¯=sÜßJø9$#ur šÆóÁ­/uŽtItƒ £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO &äÿrãè% ….
Perempuan-perempuan yang ditalak hendaklah beriddah selama tiga kali quru’
Keharusan menjalani tiga kali quru’ itu berlaku ‘am, mencakup semua perempuan yang bercerai dari suaminya dalam keadaan apapun. Kemuduan ada ketentuan iddah yang berlaku secara khusus bagi wanita hamil dalam firman Alah dalam surat Al-Thalaq(65); 4
 àM»s9'ré&ur ÉA$uH÷qF{$# £`ßgè=y_r& br& z`÷èŸÒtƒ £`ßgn=÷Hxq
Perempuan-perempuan yang hamil, iddahnya bila telah lahir anaknyaAdanya ketentuan-ketentuan khusus ini menjelaskan bahwa perempuan bercerai  yang harus ber’iddah tiga quru’ sebagaimana ditetapkan dalam surat Al-Baqarah ayat 228 itu adalah perempuan-perempuan yang ditalak dalam keadaan hamil,karena bagi yang sedang hamil sudah diatur secara tersendiri de ngan lafadz khas.[3]
2.Pengertian Tahkshis
 Menurut Khudari Bik dalam bukunya Ushul al-Fiqh, takhshish adalah penjelasan sebagian lafadz ‘am bukan seluruhnya. Atau dengan kata lain, menjelaskan sebagian dari satuan-satuan yang dicakup oleh lafadz ‘am dengan dalil.
Dengan kata lain Tahkshis adalah Mengeluarkan sebagian lafadz yang berada diluar lingkungan  umum  menuerut batasan yang tidak ditentukan.
Mukhasis adalah dalil yang menjadi dasar pegangan untuk adanya pengeluaran tersebut. Dengan demikian dapatlah diambil suatu peganga bahwa dalil ‘am itu tetap berlaku bagi satuan-satuan yang masih ada sesudah dikeluarkan satuan tertentu yang ditunjukan oleh makhasis. Kaedah untuk itu ialah lafadz ‘am sesudah di thakhsis masih menjadi hujjah (pegangan) satuan-satuan yang masih terkandung didalamnya.[4]
B.Bentuk-bentuk mukhasish
            Mukashis terdiri dari
a.       Mukhasis yang terpisah dari lafadz ‘am. Terbagi tiga yaitu:
Ø  Thakhsish dengan nash, baik nash Al-Qur’an atau sunnah
Ø  Thakhsish dengan akal pemikiran, baik melalui penyaksian maupun melalui    pemikiran. Contoh dalam bentuk penyaksian dalam firman Allah surat al-ahqaf (46): 25:
ãÏiByè? ¨@ä. ¥äóÓx«
           Ayat itu menjelaskan bahwa “ angina menundukan segala sesuatu”. Secara ‘am dalam ayat itu mengandung arti : apa saja akan tunduk oleh angina itu. Namun dengan akal melalui penyaksian, akan mengatakan bahwa ada yang tidak tunduk kepada angina yaitu langit.
Ø  Thakhsish dengan adat.maksudnya adapt kebiasaan dapat mengeluarkan   beberapa hal yang dimaksud lafadz ‘am. Missal dalam firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 233:
* ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöãƒ £`èdy»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x.
   para ibu menyususkan anaknya selama dua tahun penuh
    Ayat tersebut secra ‘am menghendaki setiap ibu menyususkan anaknya selama dua tahun penuh. Tetapi adat kebiasaan bangsa arab yang tidak menyusui sendiri anaknya menthakhsiskan keumuman maksud ayat tersebut.
b.      Mukhasis yangn menyatu dengan lafadz ‘am (mukhassish mutlaq)
Ø  Ististna
Suatu pengecualian dalam lafaz dengan memakaikan adat-adat istisna, seperti:
ÎÎŽóÇyèø9$#ur ÇÊÈ   ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 AŽô£äz ÇËÈ   žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ  
demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, ,  kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menepati kesabaran”

Ø  Badal baadh minkul  
Tidak seluruhnya terkena perintah tetapi yang dikehendaki cukup dilaksanakan oleh sebagian saja.dalam surat Ali Imran:97

( `tBur ¼ã&s#yzyŠ tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Ali Imran: 97).
Ø  Kata sifat

`tBur öN©9 ôìÏÜtGó¡o öNä3ZÏB »wöqsÛ br& yxÅ6Ztƒ ÏM»oY|ÁósßJø9$# ÏM»oYÏB÷sßJø9$# `ÏJsù $¨B ôMs3n=tB Nä3ãZ»yJ÷ƒr& `ÏiB ãNä3ÏG»uŠtGsù ÏM»oYÏB÷sßJø9$#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar