Minggu, 26 Juni 2011

DILALAHDALAM PANDANGAN ULAMA SYAFI'IYAH


DILALAH DALAM PANDANGAN ULAMA SYAFI’IYAH.
Dalam pandangan ulama Syafi’iyah, dilalah di bagi menjadi dua macam, yaitu: dilalah manthuq dan dilalahmafhum.
    a.    Dilalah Manthuq (المنطوق)
Dilalah manthuq dalam pandangan ulama syafi’iyah adalah:
                                                                  دلالة اللفظ في محل النطق على حكم المذكور
Penunjukan lafaz menurut apa yang diucapkan atas hukum menurut yang disebut dalam lafaz itu.
Definisi ini mengandung pengertian bahwa bila kita memahami “sesuatu hukum” dari apa yang langsung tersurat dalam lafazitu, maka disebut pemahaman secara “ mantuq”.
Seperti contoh Firman Allah dalam surat an-Nisa’ 23:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
Ayat ini menurut mantuq-nya menunjukkan haramnya menikahi anak tiri yang berada di bawah asuhan suami dari istri yang telah di gauli. Apa yang di tunjuk di sini memang jelas terbaca dalam apa yang tersurat dalam ayat tersebut. Penunjukan begitu jelas dan tidak memerlukan pejelasan di balik yang tersurat itu.
            Secara garis besar dilalah Manthuq dibagi dua  yaitu:
Ø  Manthuq sharikh(jelas)
Adalah Manthuq yang penunjukannya itu timbul dari “wadh’iyah muthabiqiyah”dan “wadh’iyahb tadhamminiyah”. Menurut syafiiyah ytang dimaksud dengan Manthuq sharikh  ini adalah apa yang dimaksud dengan dilalah ibarah
Ø  Manthuq ghairu sharikh(tidak jelas)
Adalah manthuq yang penunjukannya timbul dari “wadh’iyah iltizhamiyah”
            Manthuq ghairu sharik terbagi kedalam dua macam yaitu
ü  Penunjukannya itu dimaksud oleh pembicara
Dilalah manthuq ghairu sharikh yang penunjukannya dimaksud oleh pembicara ada  dua macam yaitu
a         Dilalah itidha’ adalah dilalah yang dalam suatu ucapan ada suatu makna yan sengaja tidak disebutkan karena adanya anggapan bahwa orasng akan mudah mengetahuinya, namun dari susuna ucapan itu terasa ada yang kurang sehingga ucapan iotu dirasa tidak benar kecuali yang tidak disebutkan itu dinyatakan. Misalnya dalam suratv yusuf ayat 82:
وَاسْأَلِ الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا فِيهَا وَالْعِيرَ الَّتِي أَقْبَلْنَا فِيهَا ۖ وَإِنَّا لَصَادِقُونَ
Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada di situ, dan kafilah yang kami datang bersamanya, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang benar".
Secara nyata ungkapan tersebut tersa ada yang kurang , karena mana mungkin kita bertanya pada kampung, yang bukan mahluk hidup maka perlu dihadirkan suatu kata yaitu penduduk, yang sebelumnya kampung menjadi penduduk kampung yang dapat ditanya dan memberi jawaban.
b        Dilalah ima’ adalah penyertaan sifat dengan hukum dalam bentuk seandainya sifatv itu bukan yang menjadi’illat untuk hukumn tersebut, maka pernyataan itu tidak ada artinya. Jadi dilalah ima’ secara sederhana dapat diartikan sebagai petunjuk  yang mengisyaratkan sesuatu. Misalnya sabda Rasulullah kepada seorang arab pedesaan yang melaporkan pada beliau bahwa ia telah bergaul; dengan istrinya pada siang Bulan Rhamadan, maka nabi berkata’maka merdekakanlah hamba sahaya
Disebutkan suatu kejadian yaitu’mencampuri istri pada siang bulan rhamadan’  dihubungkan pada ucapan nabi ‘memerdekakan hamba sahaya’ memberi syarata bahwa kejadian itulah yang menjadi illat untuk hukum yang disebutkan.
ü  Penunjukannya itu tidak dimaksud oleh pembicara
Dilalah manthuq ghairu sharikh  yang penunjukannya tidak ditunjukkan oleh pembicara hanya terbatas pada suatu bentuk “dilalah isyarah” yang dalam pandangan hanafiah juga disebut dengan dilalah isyarah atau isyarah nash.
    b.    Dilalah Mafhum (المفهوم)
Dilalah mafhum adalah:
دلالة اللفظ في محل النطق على ثبوت حكم ماذكر لما سكت عنه او على نقيء الحكم عنه
Penunjukan lafaz yang tidak dibicarakan atas berlakunya hukum yang sisebutkan atau tidak berlakunya hukum yang disebutkan.
Atau dalam definisi yang lebih sederhana:
        ما فهم من اللفظ في محل النطق
Apa yang dapat dipahami dari lafaz bukan menurut yang dibicarakan.
Contohnya, firman Allah dalam surat al-Isra’ 23:
فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا                                                                                                                        
Jangan kamu mengucapkan kepada kedua ibu bapakmu ucapan “uf” dan janganlah kamu membentak keduanya dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Hukum yang tersurat dalam ayat tersebut adalah larangan mengucapkan kata-kata kasar atau ”uf” dan menghardik orang tua. Dari ayat yang disebutkan itu, juga dapat dipahami adanya ketentuan hukum yang tidak disebutkan (tersirat) dalam ayat tersebut, yaitu haramnya memukul orang tua dan perbuatan lain yang menyakiti orang tua.
                        Dari pengertianb diatas maka mafhum dapat dibagi dua yaitu:
Ø  Mafhum Muwafaqah adalah mafhum yang lafadznya bahwa hukum yang tidak disebutkan sama dengan hukum yang disebutka  dalam lafadz. Dari segi kekuatan berlakunya pada apa yang tidak disebutkan maka mafhum muwafaqah terbagi dua yaitu.
a)      Mafhum aulawi. Yaitu berlakuynya hukum pada suartu peristiwa yang tidakl disebutkan itulebih kuyat atau lebih pantas dibandingkan dengan berlakunya hukum yang diberlakukan pada lafadz. Kekuatan itu ditinjau dari segi alasan berlakunya hukum pada manthuqnya sebagaimana yang disebutkan dalam surat al isra ayat 23
b)      Mafhum musawi yaitu berlakunya hukum pada suatu peristiwa yang tidak disebutkan dalam manthuq, misalnya dalam surat al isra ayat 10
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar