Senin, 02 April 2012

kawin beda agama



TUGAS MANDIRI
FIQIH KONTEMPORER

Tentang
PERNIKAHAN BEDA AGAMA

Oleh
ROMI WIDODO                                :09 202 041

Dosen


PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
BATUSANGKAR
2012
PERKAWINAN BEDA AGAMA
Dalam pandangan Islam, kehidupan keluarga akan terwujud secara sempurna jika suami-istri berpegang pada ajaran yang sama. Keduanya beragama dan teguh melaksanakan ajaran Islam. Jika keduanya berbeda akan timbul berbagai kesulitan di lingkungan keluarga, dalam pelaksanaan ibadat, pendidikan anak, pengaturan makanan, pembinaan tradisi keagamaan dan lain-lain.
Islam dengan tegas melarang wanita Islam kawin dengan pria non-Muslim, baik musyrik maupun Ahlul Kitab. Dan pria Muslim secara pasti dilarang nikah dengan wanita musyrik. Kedua bentuk perkawinan tersebut mutlak diharamkan.
Yang menjadi persoalan dari zaman sahabat sampai abad modern ini adalah perkawinan antara pria Muslim dengan wanita Kitabiyah. Berdasar dzahir ayat 221 surat Al-Baqarah. Menurut pandangan ulama pada umumnya, pernikahan pria Muslim dengan Kitabiyah dibolehkan. Sebagian ulama mengharamkan atas dasar sikap musyrik Kitabiyah. Dan banyak sekali ulama yang melarangnya karena fitnah atau mafsadah dari bentuk perkawinan tersebut mudah sekali timbul.
A.    Pernikahan dengan Orang Musrik
Dalam islam menikah dengan orang musrik dalam bentuk apapun sama sekali dilarang, baik orang yang menyembah berhala, orang yang keluar dari islam(murtad), penyembah sapi atau binatang yang lain, menyembah pepohonan ataupun menyembah batu. Larangan ini didasarkan kan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 221:
Ÿwur (#qßsÅ3Zs? ÏM»x.ÎŽô³ßJø9$# 4Ó®Lym £`ÏB÷sム4 ×ptBV{ur îpoYÏB÷sB ׎öyz `ÏiB 7px.ÎŽô³B öqs9ur öNä3÷Gt6yfôãr& 3 Ÿwur (#qßsÅ3Zè? tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# 4Ó®Lym (#qãZÏB÷sム4 Óö7yès9ur í`ÏB÷sB ׎öyz `ÏiB 78ÎŽô³B öqs9ur öNä3t6yfôãr& 3 y7Í´¯»s9'ré& tbqããôtƒ n<Î) Í$¨Z9$# ( ª!$#ur (#þqããôtƒ n<Î) Ïp¨Yyfø9$# ÍotÏÿøóyJø9$#ur ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ ( ßûÎiüt7ãƒur ¾ÏmÏG»tƒ#uä Ĩ$¨Y=Ï9 öNßg¯=yès9 tbr㍩.xtGtƒ ÇËËÊÈ
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.
Perkawinan orang mukmin dengan orang yang musrik itu akan menyesatkan pihak orang muslim karena akan membawa kepada jalan kemusrikan. Ikatan suami istri itu bukan saja hubungan seksual semata, melainkan hubungan batin dan budaya. Oleh  karena itu perkawinan dalam bentuk ini dilarang, karena dalam pernikahan itu kemungkinan wanita itu bakan menjerumuskan kita kedalam kemurtatan serta menbuat anak keturunan dalam kemusrikan.
Menurut Ibnu Jarir Al-Thabari, seorang ahli tafsir, bahwa musyrikah yang dilarang untuk dikawini itu ialah musyrikah dari bangsa Arab saja, karena bangsa Arab pada waktu turunnya Al-Quran memang tidak mengenal kitab suci dan menyembah berhala. Maka menurut pendapat ini seorang Muslim boleh kawin dengan wanita musyrik dari bangsa non-Arab, seperti Cina, India dan Jepang, yang diduga dahulu mempunyai kitab suci atau serupa kitab suci. Muhammad Abduh juga sependapat dengan ini.
             Tetapi kebanyakan ulama berpendapat, bahwa semua musyrikah, baik itu dari bangsa Arab ataupun bangsa non-Arab, selain Ahlul Kitab, yakni (Yahudi dan Nashrani) tidak boleh dikawini. Menurut pendapat ini bahwa wanita yang bukan Islam dan bukan pula Yahudi/Nashrani tidak boleh dikawini oleh pria Muslim, apapun agama ataupun kepercayaannya, seperti Budha, Hindu, Konghucu, Majusi/Zoroaster, karena pemeluk agama selain Islam, Kristen dan Yahudi itu termasuk kategori “musyrikah”.
              Maka Masjfuk mengatakan, bahwa hikmah dilarangnya perkawinan antara orang Islam (pria/wanita) dengan orang yang bukan Islam (pria/wanita, selain Ahlul Kitab), ialah bahwa antara orang Islam dengan orang kafir selain Kristen dan Yahudi itu terdapat way of life dan filsafat hidup yang sangat berbeda. Sebab orang Islam percaya sepenuhnya kepada Allah sebagai pencipta alam semesta, percaya kepada para Nabi, kitab suci, malaikat dan percaya pula pada hari kiamat. Sedangkan orang musyrik/kafir pada umumnya tidak percaya pada semuanya itu. Kepercayaan mereka penuh dengan khurafat dan irasional. Bahkan mereka selalu mengajak orang-orang yang telah beragama/beriman untuk meninggalkan agamanya dan kemudian diajak mengikuti “kepercayaan/ideologi” mereka.
Seringkali kita jumpai pertanyaan “apa hukumnya bila nikah beda agama, baik yg laki-laki atau perempuannya yg muslim, apa sah atau tidak menurut Islam ?”. Pertanyaan ini sering muncul terutama ketika kita berada di sebuah negara yang mayoritas penduduknya non muslim, seperti di Australia ini. Untuk itu pada rubrik fikih kali ini tim redaksi menampilkan fikih berkenaan dengan nikah beda Agama.
B.     Pernikahan dengan Ahli kitab
Dalam islam “ahli kitab” adalah orang orang yang percaya kepada kitabullah. Mereka adalah orang orang yahudi dan nasrani yang percaya kepada kitab Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa dan kitab Injil yangg diturunkan kepda nabi Isa. Jadi menikah dengan waninata ahli kitab itu dibolehkan berdasarkan firman Allah surat Al-Maidah ayat 5:
tPöquø9$# ¨@Ïmé& ãNä3s9 àM»t6Íh©Ü9$# ( ãP$yèsÛur tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# @@Ïm ö/ä3©9 öNä3ãB$yèsÛur @@Ïm öNçl°; ( àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB ÏM»oYÏB÷sßJø9$# àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB öNä3Î=ö6s% !#sŒÎ) £`èdqßJçF÷s?#uä £`èduqã_é& tûüÏYÅÁøtèC uŽöxî tûüÅsÏÿ»|¡ãB Ÿwur üÉÏ­GãB 5b#y÷{r& 3 `tBur öàÿõ3tƒ Ç`»uKƒM}$$Î/ ôs)sù xÝÎ6ym ¼ã&é#yJtã uqèdur Îû ÍotÅzFy$# z`ÏB z`ƒÎŽÅ£»sƒø:$# ÇÎÈ
Pada hari Ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu Telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. barangsiapa yang kafir sesudah beriman (Tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.
Sementara itu, Imam Syafi’i dalam kitab klasiknya, Al-Umm, mendefinisikan Kitabiyah dan non Kitabiyah sebagai berikut, “Yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli. Adapun umat-umat lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, rnaka mereka tidak termasuk dalam kata ahlul kitab. Sebab, Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak diutus kecuali untuk Israil dan dakwah mereka juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani israil.”
Sementara itu, para jumhur shahabat membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita kitabiyah, diantaranya adalah Umar bin Al-Khattab, Ustman bin Affan, Jabir, Thalhah, Huzaifah. Bersama dengan para shahabat Nabi juga ada para tabi`Insya Allah seperti Atho`, Ibnul Musayib, al-Hasan, Thawus, Ibnu Jabir Az-Zuhri. Pada generasi berikutnya ada Imam Asy-Syafi`i, juga ahli Madinah dan Kufah.
Yang sedikit berbeda pendapatnya hanyalah Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal, dimana mereka berdua tidak melarang hanya memkaruhkan menikahi wanita kitabiyah selama ada wanita muslimah.
Pendapat yang mengatakan bahwa nasrani itu musyrik adalah pendapat Ibnu Umar. Beliau mengatakan bahwa nasrani itu musyrik. Selain itu ada Ibnu Hazm yang mengatakan bahwa tidak ada yang lebih musyrik dari orang yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa. Sehingga menurut mereka menikahi wanita ahli kitab itu haram hukumnya karena mereka adalah musyrik.
Namun jumhur Ulama tetap mengatakan bahwa wanita kitabiyah itu boleh dinikahi, meski ada perbedaan dalam tingkat kebolehannya. Namun demikian, wanita muslimah yang komitmen dan bersungguh-sungguh dengan agamanya tentu lebih utama dan lebih layak bagi seorang muslim dibanding wanita ahlul kitab. Juga apabila ia khawatir terhadap akidah anak-anak yang lahir nanti, serta apabila jumlah pria muslim sedikit sementarawanita muslimah banyak, maka dalam kondisi demikian ada yang berpendapat haram hukumnyapria muslim menikah dengan wanita non muslim.
Tetapi bagi kaum wanita musliman dilarang atau diharamkan menikah dengan non muslim, apapun alasannya. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Alquran surat A-Baqarah ayat 221 diatas. Bisa dikatakan, jika seorang muslimah memaksakan dirinya menikah dengan laki-laki non Islam, maka akan dianggap berzina.
Secara ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian :
ü  Suami Islam, istri ahli kitab = boleh
ü  Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram
ü  Suami ahli kitab, istri Islam = haram
ü  Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram
Dibolehkannya laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab namun tidak sebaliknya karena laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, berkuasa atas isterinya, dan bertanggung jawab terhadap dirinya. Islam menjamin kebebasan aqidah bagi isterinya, serta mlindungi hak-hak dan kehormatannnya dengan syariat dan bimbingannya. Akan tetapi, agama lain seperti nasrani dan yahudi tidak pernah memberikan jaminan kepada isteri yang berlainan agama.